TAK LEBIH MULIA DARI DUSTA

                  Foto Ilustrasi

Aku ingin menangis, tapi untuk apa. Lagipula sudah lama aku tak pandai mengundang airmata setelah kematian kesekian menegaskan satu isyarat dalam catatanku; hidup terlalu manja untuk ditangisi. Tapi sialnya, tertawa pun tak lebih jantan dari airmata. Tak lebih mulia dari dusta. 

Siapakah itu yang memburu siapa? Bahkan ketika laut surut dan burung-burung berangkat terbang. aku benar-benar ingin pulang, sayang. Memeluk rindu, menjangkau terang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RELASI IMAN DAN KEBUDAYAAN DALAM TERANG DOKUMEN KONSILI VATIKAN II GAUDIUM ET SPES ARTIKEL 57

Cerpen: Kain Tenun Rindu

Kepadamu, yang Selalu Kudengar