TAK LEBIH MULIA DARI DUSTA
Aku ingin menangis, tapi untuk apa. Lagipula sudah lama aku tak pandai mengundang airmata setelah kematian kesekian menegaskan satu isyarat dalam catatanku; hidup terlalu manja untuk ditangisi. Tapi sialnya, tertawa pun tak lebih jantan dari airmata. Tak lebih mulia dari dusta.
Siapakah itu yang memburu siapa? Bahkan ketika laut surut dan burung-burung berangkat terbang. aku benar-benar ingin pulang, sayang. Memeluk rindu, menjangkau terang.
Komentar
Posting Komentar