Pilu Ibu martina sebagai pekerja Kelapa Sawit

Oleh: Agustinus Tapon

PILU IBU MARTINA PEKERJA KELAPA SAWIT

Masyrakat Desa, Kota Kecamatan atau masyrakat kecil seringkali memiliki tekad atau niat ingin mengadu nasib diperantauan untuk mengubah hidup, malah kisah pilu yang didapat. Cerita ini merupakan kisah nyata yang dialam oleh kekasih hati penopang hidup kami. Tanggal 28 Juli 2018 merupakan hari spesial dalam dunia kerjanya, kekasi kami berlayar menujuh tanah rantau.

Seminggu kemudian dikabakan bahwa ibu martina telah mengaduh nasib di Kalimantan katanya kerja di kebun kelapa sawit. Tapi anak dan suaminya mulai khawatir karena tidak bisa dihubungi. Apakah martina bisa pulang berkumpul kembali dengan keluarga, penuh tanda tanya buat suami dan anaknya.

KISAH NYATA
Berawal dari informasi dari salah seorang sahabat suaminya yakni sebut saja tanta L, bahwa ada lowongan kerja di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan dengan biaya GRATIS dan tanpa training, sehingga ibu martina berangkat menujuh lokasi kerja, perjalanan memakan waktu 4 hari lamanya namun kini ibu martina harus menginap di salah satu keluarga tanta L karena hari mulai malam. Keesokan harinya tanta L bersama 5 orang menujuh pelabuhan speedboat menujuh kabupaten lowongan pekerjaan, ternyata jarak dari pelabuhan ke perkebunan kelapa sawit menempuh perjalanan 4-5 jam. Semua pekerja sudah disediakan bu untuk tempat tinggal selama di sana.  sehingga kira kira pukul 16.05 tibalah mereka di pelabuhan perusahan.

Saat itu ibu martina diberi iming-iming gaji harian 105 ribu/hari. Pokoknya sekitar 2 bulan sudah bisa dapat hasil untuk dikirim buat keluarga. Selain itu, ternyata semua peralatan kerja pun seperti sepatu boat, parang dan lainnya harus dibeli sendiri oleh pekerja. Tidak disediakan oleh perkebunan. Perkebunan hanya menyediakan toko tempat pekerja membeli alat-alat kerja, lalu nanti dipotong gaji untuk membayar alat-alat kerja itu.

PERJUANGAN DIMULAI.
Tanggal 07 Agustus ibu martina mulai bekerja sebagai karyawan perawatan, namun segala yang dibayangkan ibu martina ternyata meleset jauh karena harus menyelesaikan 6 jalur sebagai satuan hari kerja (HK) dengan kondisi lahan yang cukup semak, namun demi menghidupkan keluarga dan agar anak pertamanya bisa wisudah maka semua itu hanya sebuah kepasrahan.  Hari demi hari mingu berganti minggu kondisi ibu martina mulai terkuras dan kini dia harus di larikan ke Rumah sakit Kabupaten yang harus melewati sungai, tetapi semua itu tidak mengurangi niatnya untuk berhenti kerja segala ujian dan cobaan silih berganti namun tetap saja dilewatinya hingga saat ini, lantasan semua itu hanya semata mata untuk hidup anaknya kelak tak seperti dirinya.

JANJI TINGGAL JANJI
Kami benar-benar sudah lelah menunggu kapan gaji kami akan dibayarkan oleh pihak perusahaan, padahal sebelumnya kami sudah melakukan aksi demo supaya pihak perusahaan mau menepati janjinya sebab kami sudah sengsara selama beberapa bulan ini tidak menerima gaji, tapi janji hanya tinggal janji dan setelah aksi demo yang kami lakukan beberapa waktu lalu dicapai kesepakatan akan membayar per 13 Maret tapi sampai 17 Maret tidak juga kunjung kami dapatkan apa yang menjadi hak kami,” ujar Simon, salah satu karyawan di perusahan itu.Ia mengakui terkait pembayaran gaji ini pihak 
perusahaan lagi-lagi hanya mengeluarkan pemberitahuan berupa ketidaksanggupan pihak perusahaan membayarkan gaji dengan alasan bahwa manajemen perusahaan meminta maaf karena belum dapat menyelesaikan kewajiban membayar gaji karyawan per 13 Maret 2019 yakni disebabkan manajemen kekurangan dana dan masih menunggu dana tambahan dari pemegang saham.

Lanjutnya,  perusahaan akan tetap berusaha mengeluarkan gaji karyawan per Januari dan Pebruari 2019 pada Maret ini, artinya jika setelah bulan ini apalagi janjinya, yang pasti nasib kami benar-benar terkatung-katung tidak jelas selama beberapa bulan tidak mendapatkan kepastian gaji dari pihak perusahaan,

Ia mengakui, pihak perusahaan hanya meminta kepada karyawan agar tetap bersabar kembali menunggu proses penggajian tersebut, namun karyawan mengaku sudah cukup bersabar selama ini, bayangkan gaji Desember 2018 baru dibayarkan pada akhir Pebruari dimana beberapa hari sebelum aksi demo dilakukan, dan gaji Januari plus Pebruari belum ada kepastian dan malahan waktu akan terus berjalan

“Yang kami minta gaji selama 2 bulan rasanya sulit terealisasi apalagi waktu terus berjalan sampai 3 bulan nantinya, kami sudah lelah bersabar tidak ada kepastian, mau sampai kapan kami akan bertahan, kami dan anak-anak sudah tidak karuan mencari makan meski untuk makan sehari-harinya, kami bertahan hidup dengan makan singkong dan daun singkong untuk sayurnya, kalau mau makan ikan harus memancing, kata perusahaan sampai bulan ini tapi tetap saja tidak ada kepastian,” jelasnya lagi.
Senin (20/7) Puluhan buruh melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Kaltara, Jalan Agatis, Tanjung Selor, Bulungan.

Buruh tersebut berasal dari Federasi Konstruksi Umum dan Informal (FKUI) yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Kabupaten Bulungan. 

Buruh datang dengan seragam lengkap. Mereka tiba menggunakan mobil dan motor dengan alat peraga penyampaian aspirasi bertuliskan 'Kami Minta Keadilan'. 
Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) FKUI-KSBSI, Mesra saat itu menjadi bertindak kordinator lapangan menyampaikan dua poin tuntutan. Ia menganggap buruh mendapatkan diskriminasi dalam pekerjaannya. 

"Kedatangan kami ke sini meminta pemerintah untuk menghadirkan manajemen perusahaan, karena telah memberhentikan pekerja perkebunan tanpa prosedur yang jelas," kata Mesra. Buruh menilai, perusahaan sejauh ini terkesan acuh terhadap aspirasinya, dan hingga saat ini semuanya masih gelap gilita.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RELASI IMAN DAN KEBUDAYAAN DALAM TERANG DOKUMEN KONSILI VATIKAN II GAUDIUM ET SPES ARTIKEL 57

MajasKu

grow old with you