Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2025

JEJAK DI SEBERANG WAKTU

Gambar
Di persimpangan pagi, mentari mendengus lelah, Menatap debu yang beterbangan, tanpa arah. Luruh daun-daun tua, gugur di pangkuan renta, Membisikkan cerita masa, yang tersisa di mata. Di seberang sungai yang menggurat kelam, Langkah tertatih, menenteng impian yang tenggelam  Pada tepian harapan,  suara-suara lirih, Menerawang langit,  merajut doa yang gigih. Waktu renta,  namun tetap setia berpacu, Jejak-jejak renta, berlari melawan pilu. Mendengus angin Membawa harum perjuangan, Luruh bukan akhir, tapi awal kebangkitan. Debu menari di pelataran senja, Seolah memahat kisah-kisah yang lupa. Menenteng rasa, menyeberang duka ke cahaya, Pesan dari masa ke masa, abadi dalam jiwa. AGUSTINUS TAPON

REPUTASI LAKI LAKI

Gambar
Lelaki itu bukan tak bisa mencinta, Tapi hidup menuntutnya lebih dulu bekerja. Sebab dunia menakar harga dada Bukan dari rasa, tapi dari rupa dan harta. Ia tahu, cinta bisa menunggu, Tapi perut tak bisa menanti janji semu. Maka ia memilih peluh di dahi Dari pada rayuan yang tak terbukti nanti. Bagi lelaki, nama baik lahir dari kerja, Bukan dari kata, tapi dari karya. Karena yang dihormati dunia Adalah tangan yang membangun, bukan yang meminta. Lelaki kaya bisa menikahi wanita miskin, dan disebut pahlawan di antara angin. Tapi wanita kaya, menikahi lelaki miskin? Dunia mencibir, penuh sindir dan cemooh dingin. Itulah realita yang tak ditulis dalam buku, Tapi hidup mengajarkannya tanpa ragu. Maka bila lelaki  Terlihat jauh dari cinta, mungkin ia sedang mengejar layak untuk bersamanya. Agustinus T

Puisiku bukan tinta

Gambar
  Puisiku bukan tinta sunyi dari luka yang tak jadi tangis.  Tiap baitnya bukan kata,  reruntuhan doa  tak sempat menembus langit.  berjalan dengan perumpamaan,  terantuk pada metafora miskin makna,  mengendap di sudut halaman  seperti hantu masa lalu  enggan dilupakan.  Puisiku bukan suara,  dengung sunyi tumbuh di dada  setelah gema kehilangan tuannya.  Menua di antara koma dan jeda,  menjadi makam bagi kata-kata  yang terlalu getir untuk diucapkan  terlalu jujur untuk diabaikan.  Bila kau membacanya,  jangan cari cahaya di sela huruf sebab puisiku hanya ingin kau mengerti  bahwa gelap pun butuh rumah.