Puisiku bukan tinta

 



Puisiku bukan tinta

sunyi dari luka yang tak jadi tangis. 

Tiap baitnya bukan kata, 

reruntuhan doa 

tak sempat menembus langit. 


berjalan dengan perumpamaan, 

terantuk pada metafora miskin makna, 

mengendap di sudut halaman 

seperti hantu masa lalu 

enggan dilupakan. 


Puisiku bukan suara, 

dengung sunyi tumbuh di dada 

setelah gema kehilangan tuannya. 


Menua di antara koma dan jeda, 

menjadi makam bagi kata-kata 

yang terlalu getir untuk diucapkan 

terlalu jujur untuk diabaikan. 


Bila kau membacanya, 

jangan cari cahaya di sela huruf

sebab puisiku hanya ingin kau mengerti 

bahwa gelap pun butuh rumah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

RELASI IMAN DAN KEBUDAYAAN DALAM TERANG DOKUMEN KONSILI VATIKAN II GAUDIUM ET SPES ARTIKEL 57

Cerpen: Kain Tenun Rindu

Kepadamu, yang Selalu Kudengar